Mau Berseragam Atau Alamamter, Kalo Udah Norak Ngga Ada Bedanya

Sumo99Lounge Mau Berseragam Atau Alamamter, Kalo Udah Norak Ngga Ada Bedanya Nggak cuma anak berseragam, anak universitas kalo udah fanatik sama almet-nya, noraknya patut di perhitungkan.

Sebulan terakhir saya tergelitik dengan sekelompok orang atas perangainya menempatkan posisinya sejajar dengan Ilahi hanya karena apresiasi diri berlebihan yang bukan hanya melukai orang lain–baik secara verbal, nonverbal, atau aksi fisik–tapi juga dirinya sendiri dan instansi sebagai tempat ia berpijak.

Mau Berseragam Beberapa orang yang saya temui mulai bercerita perihal pengalaman heroik mereka di sertai narasi-narasi berlebihan mengenai statusnya. Sialnya hal ini terjadi berulang kali.

Tapi yang unik adalah, tidak semua peristiwa yang menimpa saya di lakukan oleh orang yang mempunyai profesi yang sama. Tak jarang ada mahasiswa melakukan narasi hyperbola juga, dengan tujuan yang menurut saya tidak jauh beda dibandingkan oknum berseragam akhir-akhir ini.

Sebelum itu pastinya kita mengamini bahwa apresiasi merupakan sikap penilaian pada suatu wujud, baik itu subjek maupun objek. Maknanya juga meluas pada keberhasilan seseorang atas apa yang dia capai. Hal ini bagus untuk membentuk perilaku mencintai diri sendiri yang juga berguna untuk membangun rasa optimis pada setiap individu tersebut. 

Masalahnya adalah, apresiasi ini cenderung berlebihan hingga berujung fanatik akan kedudukannya dan tidak jarang narsistik. Lambat laun terbentuk stereotip yang membangun superioritas atas suatu profesi hingga merendahkan kelompok sosial di bawahnya. Hadeuh.

Mau Berseragam Oalah, mending sama aku. Terjamin. Pacarmu itu apa?” Tanyanya seraya membusungkan dada.

Agent Poker Berkualitas  Selama ini kenyang perut kita di suapi konten menggelikan dari oknum berseragam dengan segala atraksi mereka di sosial media. Jargon andalan se-galaksi Bima Sakti dari sang Menantu Idaman.

Mau Berseragam

Rupanya, penampilan seru juga turut dibawakan oleh anak-anak Universitas. Bagi mereka yang masuk perguruan tinggi favorit, tak jarang berlagak seolah-olah nasib mereka sudah di jamin oleh Tuhan dan Malaikat-malaikat di Surga.

Mau Berseragam Beberapa kali saya mendapati teman dengan lancarnya mengultuskan jurusan dia di banding jurusan lain.

Atau yang paling parah memandang rendah mereka yang tidak berkesempatan untuk menjajaki dunia perkuliahan.

Saya yakin pembaca tulisan ini juga pernah merasakan apa yang saya rasakan. Kala untuk pertama kalinya menginjakan kaki di lingkungan kampus, lalu, bertemu ratusan orang dengan latar belakang yang berbeda-beda pula, kita pasti terkagum sekaligus merasa bodoh karena perkuliahan ini tak suci yang di bayangkan saat masih SMP dulu. Ternyata, banyak juga fanatisme buta di kalangan anak-anak Universitas. Sesampainya kita berada di titik paling absur, yaitu, bertemu golongan orang-orang norak ini.

“Oh, pantes aja. Jurusan lu pasaran, sih. Mau jadi apa coba? Mending jurusan gue.” Kata salah satu mahasiswa yang hendak pulang dengan pajero milik Orang Tuanya.

Ya, hanya saja kelakuan mereka tertutup rapi oleh tingkah ceroboh anak berseragam dan teman-teman mereka yang berada di jalan yang “lurus”.

Lambat laun saya menyadari sikap seperti ini memang bukan untuk satu kelompok saja. Siapa pun bisa mengalaminya. Namun tidak banyak yang konsisten dengan waktu yang lama tentunya. Walau begitu kita patut bersyukur karenanya hiburan tercerai berai di sosial media.

Tegas saya dalam hati menginginkan perilaku ini haruslah berhenti ketika kita mengetahui posisi kita dan timbal balik serta kontribusi orang lain bagi profesi kita. Tak terkecuali mahasiswa yang saya temui mendapuk jurusan mereka lebih “agung” dari jurusan lain. Ini lucu. Labeling atau pelabelan ini akan berdampak sangat buruk bagi mereka sendiri. Berpotensi menciptakan berbagai masalah baru kedepan. Entah sampai kapan praktek menjijikan ini akan terus di lakukan oleh manusia-manusia ini. 

Tapi pada akhirnya kita mengakui rupa-rupanya anak Universitas juga memiliki koleksi manusia dengan gaya serupa.

Di baca juga : Beberapa Fakta Tentang atau Hukuman mati di Amerika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *